Minggu, 30 Maret 2014

Kita Adalah Musafir



KITA ADALAH MUSAFIR


Ceria ini saya angkat untuk kalian dan saya sendiri untuk saling mengingatkan bila ada saya yang salah. Saya menulis cerita ini bukanya saya mau menggurui maupun menyuruh seseorang menjadi seperti saya inginkan

Cerita ini bermula dari seorang musafir yang baru singgah disuatu kota. Dan dikota itu ia mencari penjahit lalu ia bertanya kepada salah seorang penduduk setempat.

Musafir : ” Dimanakah saya bisa menemukan orang saleh yang ahli dalam menjahit,..?
Penduduk : “ Penjahit yang kau tanyakan itu sudah pergi, tinggal seseoarang penjahit, tetapi ia suka menipu. Setiap orang yang dating selalu dikecew akannya karena ia pandai menggunting kain sampai habis. Sampai piawainya engkau tidak akan tahu bahwa dia telah menipumu.
Musafir : “Benarka,..? Tapi aku orang baru. Ia tidak mengenalku dan aku tidak akan tertipu olehnya, seraya memintaknya untuk menunjukan arah jalan yang harus dilaluinya.

     Singkat kata, sampailah musafir itu dirumah penjahit. Setelah mengucap salam maka berbincanglah mereka. Sang musafir mengutarakan maksut kedatangannya dan penjahit itu mengiyakannya.Mulailah penjahit itu mengukur kain dari ujung ke ujung, dari awal sampai akhir. Sambil mengukur kain penjahit itu berkata, “Tuan, Jika tidak keberatan aku ingin bercerita padamu,..? agar tuan tidak jemu menunggu”.

     “Tentu berceritalah”, jawaban musafir seraya mendengarkan cerita–cerita lucu yang disampaikan penjahit itu. Setiap penjahit itu bercerita musafir itu pun tertawa. Semakin sering penjahit itu bercerita makin gelaklah tawa sang musafir itu. Ketika terwa tanpa sadari mata musafir itu tertutup dan saat itulah tangan penjahit memotong-motong kain. Semakin lama bercerita makin banyak pula kain yang terpotong.

     “Tuan Maaf kan hamba, kain yang tuan bawa tidak cukup dan kembalilah lain kali dengan kain yang lebih panjang,” ucapan dari penjahit kepada sang musafir. Saat itu musafir pun sadar bahwa bahwa dirinya telah tertipu. Akhirnya, sang musafir itu pun pulang serta membawa potongan-potongan kain. Ia pulang seraya diiringi gumaman syair sang penjahit, “Berangkatlah wahai yang tertipu. Berangkatlah wahai orang yang tidak sadar. Celakalah bila aku bercerita kembali kepadamu. Aneh benar kau tertawa, padahal mestinya engkau menjerit kesakitan. Sekiranya kau tahu sedikit saja tentang kebenaran, mungkin engkau menangis sebagai ganti tawamu”.

     Demikian kisah Jalaludin Rumi, seorang sufi dari Persia. Apa hikmahnya,…?

Dalam cerita itu Jalaludin Rumi memberikan pelajaran bahwa kita yang hidup di dunia ini ibarat musafir yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Bukankah kita berasal dari alam dzar, alam sebelum ruh kita ditiupkan kerahim ibu, dan kita berada dalam alam rahim: kemudian lahir kedunia dan kita punya wafat. Lalu masuk kedalam kubur atau alam malakut dan disana kita menunggu hingga kelak ke akhirat “Sesungguhnya kamu akan melampui tahap demi tahap (tangga demi tangga)” (QS Al-Insyiaqaq:19).

     Ya, manusia di dunia ini adalah musafir yang banyak menemukan cerita lucu dan menyenangkan hati. Kita sebenarnya adalah musafir yang bergaul dengan penjahit yang banyak menghabiskan waktu dengan berbagi tipuannya. Penjahit yang menipu itu bernama cinta dunia. Bukankah kita ingin memiliki uang yang banyak dan tempat tinggal yang mewah,..? Bukankah kita merasakan nikmatnya ketika memakan makanan yang enak-enak atau merasa bangga ketika jabatan social kita melebihi tetangga kita,…? Itu bentuk tidak kesadaran orang-orang yang dininabobokkan dan dimabukan dunia. Buktinya kini banyak orang-orang hanya sibuk mengumpulkan harta dan memperkuat jabatannya, atau mereka yang mengukur segala sesuatunya dari aspek materi dan hal-hal yang nampak semata. Mereka tidak pernah sadar bahwa perjalanan hidup ini tidak hanya didunia saja. Mereka seakan sering lupa akan alam akhirat

     Semoga ini bisa bermanfaat bagi kita untuk berhati–hati setiap langkah kita serta agar tidak terbuai dengan namanya duniawi semata. Assalamumualaikum,….

Tidak ada komentar: