KITA ADALAH MUSAFIR
Ceria ini saya angkat untuk kalian
dan saya sendiri untuk saling mengingatkan bila ada saya yang salah. Saya
menulis cerita ini bukanya saya mau menggurui maupun menyuruh seseorang menjadi
seperti saya inginkan
Cerita ini bermula dari seorang
musafir yang baru singgah disuatu kota.
Dan dikota itu ia mencari penjahit lalu ia bertanya kepada salah seorang
penduduk setempat.
Musafir : ” Dimanakah saya bisa menemukan
orang saleh yang ahli dalam menjahit,..?
Penduduk : “ Penjahit yang kau tanyakan itu
sudah pergi, tinggal seseoarang penjahit, tetapi ia suka menipu. Setiap orang
yang dating selalu dikecew akannya karena ia pandai menggunting kain sampai
habis. Sampai piawainya engkau tidak akan tahu bahwa dia telah menipumu.
Musafir : “Benarka,..? Tapi aku orang baru.
Ia tidak mengenalku dan aku tidak akan tertipu olehnya, seraya memintaknya
untuk menunjukan arah jalan yang harus dilaluinya.
Singkat
kata, sampailah musafir itu dirumah penjahit. Setelah mengucap salam maka
berbincanglah mereka. Sang musafir mengutarakan maksut kedatangannya dan
penjahit itu mengiyakannya.Mulailah penjahit itu mengukur kain dari ujung ke
ujung, dari awal sampai akhir. Sambil mengukur kain penjahit itu berkata,
“Tuan, Jika tidak keberatan aku ingin bercerita padamu,..? agar tuan tidak jemu
menunggu”.
“Tentu
berceritalah”, jawaban musafir seraya mendengarkan cerita–cerita lucu yang
disampaikan penjahit itu. Setiap penjahit itu bercerita musafir itu pun
tertawa. Semakin sering penjahit itu bercerita makin gelaklah tawa sang musafir
itu. Ketika terwa tanpa sadari mata musafir itu tertutup dan saat itulah tangan
penjahit memotong-motong kain. Semakin lama bercerita makin banyak pula kain
yang terpotong.
“Tuan
Maaf kan
hamba, kain yang tuan bawa tidak cukup dan kembalilah lain kali dengan kain
yang lebih panjang,” ucapan dari penjahit kepada sang musafir. Saat itu musafir
pun sadar bahwa bahwa dirinya telah tertipu. Akhirnya, sang musafir itu pun
pulang serta membawa potongan-potongan kain. Ia pulang seraya diiringi gumaman
syair sang penjahit, “Berangkatlah wahai yang tertipu. Berangkatlah wahai orang
yang tidak sadar. Celakalah bila aku bercerita kembali kepadamu. Aneh benar kau
tertawa, padahal mestinya engkau menjerit kesakitan. Sekiranya kau tahu sedikit
saja tentang kebenaran, mungkin engkau menangis sebagai ganti tawamu”.
Demikian
kisah Jalaludin Rumi, seorang sufi dari Persia. Apa hikmahnya,…?
Dalam cerita itu Jalaludin Rumi
memberikan pelajaran bahwa kita yang hidup di dunia ini ibarat musafir yang berjalan
dari satu tempat ke tempat lain. Bukankah kita berasal dari alam dzar, alam
sebelum ruh kita ditiupkan kerahim ibu, dan kita berada dalam alam rahim:
kemudian lahir kedunia dan kita punya wafat. Lalu masuk kedalam kubur atau alam
malakut dan disana kita menunggu hingga kelak ke akhirat “Sesungguhnya kamu akan melampui tahap demi tahap (tangga demi
tangga)” (QS Al-Insyiaqaq:19).
Ya,
manusia di dunia ini adalah musafir yang banyak menemukan cerita lucu dan
menyenangkan hati. Kita sebenarnya adalah musafir yang bergaul dengan penjahit
yang banyak menghabiskan waktu dengan berbagi tipuannya. Penjahit yang menipu
itu bernama cinta dunia. Bukankah kita ingin memiliki uang yang banyak dan
tempat tinggal yang mewah,..? Bukankah kita merasakan nikmatnya ketika memakan
makanan yang enak-enak atau merasa bangga ketika jabatan social kita melebihi
tetangga kita,…? Itu bentuk tidak kesadaran orang-orang yang dininabobokkan dan
dimabukan dunia. Buktinya kini banyak orang-orang hanya sibuk mengumpulkan
harta dan memperkuat jabatannya, atau mereka yang mengukur segala sesuatunya
dari aspek materi dan hal-hal yang nampak semata. Mereka tidak pernah sadar
bahwa perjalanan hidup ini tidak hanya didunia saja. Mereka seakan sering lupa
akan alam akhirat
Semoga
ini bisa bermanfaat bagi kita untuk berhati–hati setiap langkah kita serta agar
tidak terbuai dengan namanya duniawi semata. Assalamumualaikum,….